gadsdenriverfest.com – Usman Hamid aktivis HAM mengungkap temuan penting dalam sidang uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK). Usman, yang hadir sebagai saksi fakta, menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak hanya mengubah tiga pasal seperti yang diklaim beberapa pimpinan DPR RI, melainkan lebih banyak.
“Baca juga : Mentan Amran: Importir Tak Dukung Swasembada Pangan”
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa proses pembentukan UU tersebut tidak memenuhi prinsip keterbukaan dan transparansi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Dalam pertemuan pada 17 Maret 2025 dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan pimpinan Komisi I DPR, Usman menerima dokumen berisi tiga pasal yang disebut telah direvisi: Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 47 tentang penempatan anggota TNI aktif, dan Pasal 53 tentang usia pensiun.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun Usman, terdapat perubahan juga pada Pasal 7 dan Pasal 8. Ketika hal ini dikonfirmasi dalam pertemuan tersebut, terjadi perdebatan antara Dasco dan anggota DPR lainnya. Beberapa anggota menyatakan pasal-pasal itu memang ikut berubah.
Usman Hamid Soroti Perubahan Lebih dari Tiga Pasal dalam Revisi UU TNI
Usman juga mempertanyakan keterbukaan akses terhadap draf revisi UU TNI. Ia menyebut publik sulit mendapatkan dokumen resmi, termasuk melalui laman resmi DPR. Saat Dasco menyatakan bahwa draf sudah dipublikasikan, beberapa anggota DPR justru membantahnya. Alasan yang diberikan adalah draf masih berubah-ubah, sehingga belum dapat dipublikasikan.
Proses revisi ini dinilai melanggar asas-asas penting dalam UU P3, terutama asas keterbukaan. Menurut Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3, keterbukaan harus diterapkan sejak tahap perencanaan hingga pengundangan. Artinya, masyarakat seharusnya diberikan akses dan ruang untuk memberi masukan terhadap draf UU.
Kasus ini menjadi sorotan penting dalam dinamika legislasi nasional, khususnya dalam reformasi sektor keamanan. Transparansi dalam pembentukan peraturan sangat vital untuk menjaga legitimasi hukum dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
“Baca juga : Mobil Dinas Disalahgunakan Anak, Iptu AP Jalani Pemeriksaan”
Proses yang tertutup bukan hanya menyalahi aturan, tetapi juga dapat menciptakan celah hukum dan konflik kepentingan di kemudian hari.




Leave a Reply